Bandung, (21/9/2022) – يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Artinya : “(Dia) menganugerahkan al-Hikmah kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Barang siapa yang dianugerahi al-Hikmah, maka ia benar-benar telah diberikan anugerah yang banyak. Dan hanya Ulu al-Albab yang dapat mengambil pelajaran” (Q.S Al Baqarah (2): 269 )

Civitas MIMHa diharapkan memiliki kecerdasan spiritual. Hal ini bermakna, bahwa civitas MIMHa harus melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh dan bergairah   (bersegera, patuh, khusyu) [Dilandasi keikhlasan/ tauhid].

Hal tersebut diatas semakna dengan firman Allah SWT dalam QS Al baqarah ayat 269 yang mengisyaratkan kepada kita untuk memiliki “hikmah”. Hikmah adalah sesuatu yang fungsinya mengantarkan kepada yang baik dan menghindarkan dari yang buruk. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan pengetahuan dan kemampuan menerapkannya.

Oleh karena itu, civitas MIMHa harus memahami konsep ibadah secara teori dan praktik serta melaksanakan ibadah tersebut dengan sungguh-sungguh dan bergairah. Hal tersebut bisa dicapai hanya dengan ilmu yang bermanfaat yang membekas dalam diri yang bersangkutan, sehingga ilmu tersebut mengarahkan kehendak pemiliknya untuk akhirat.

Sarana yang bisa menampung hikmah ini adalah akal yang mampu memberikan keputusan dalam menelusuri segala sesuatu dengan berbagai argumentasi, di samping menyelidiki hakikatnya secara bebas siapa saja yang telah dianugerahkan akal seperti ini, maka ia mampu membedakan antara janji Allah dan Ancaman Allah. Ia pun akan berpegang pada janji Allah dan akan menjauhi segala larangan larangan Allah SWT.

Siapa saja yang telah diberikan taufik (pertolongan Allah) akan mengerti mengenai ilmu yang bermanfaat ini. Ia juga akan dituntun oleh Allah untuk menggunakan akalnya secara sehat dan akan diarahkan ke jalan yang benar. Ini berarti, ia telah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Berarti pula ia mampu menundukkan kekuatan yang telah diciptakan oleh Allah untuknya, seperti pendengaran, penglihatan, pemikiran, rasa dan citra untuk tujuan yang bermanfaat bagi dirinya.

Terkadang pendidikan kita terlalu berfokus pada otak, kurang menghiraukan nilai-nilai ilahiyah. Sehingga hasil pendidikan ini hanya dinikmati oleh sebagian manusia saja. oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pendidikan yang balance (seimbang), dalam arti adanya keseimbangan antara akal dan batin yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketauhidan. inilah yang kita namakan “Kecerdasan spiritual”. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan semua kecerdasan dalam diri manusia. bahkan ada yang mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan tertinggi” yang ada dalam diri manusia. 

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa. Yaitu, kemampuan manusia untuk memberi makna ibadah terhadap semua perilaku dan kegiatan manusia, dan berprinsip “hanya karena Allah”. Seorang muslim tidak boleh hanyut dalam ibadah ritual belaka tetapi harus mampu menjadikannya sebagai motivator dan menerjemahkannya dalam bentuk tindakan.

Bahwa orang yang  kuat dalam ibadahnya dan taat beragama belum dapat dipastikan memiliki kecerdasan spiritual yang baik pula, karena kecerdasan spiritual tidak membatasi manusia pada ibadah mahdhoh  semata, tetapi bagaimana ia bersosialisasi dengan orang-orang sekitarnya yakni kecerdasan yang menunjukan  rasa moral, kemampuan menyesuaikan dengan aturan.

Kecerdasan spiritual cenderung untuk selalu mencari inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang lebih daripada apa yang dicapai saat ini, kecerdasan spiritual akan mendorong kita untuk berpikir dan memandang hidup dari berbagai sisi. Bukan hanya berpikir dari satu sisi saja. Seorang yang cerdas spiritualnya, ia akan menunjukkan rasa tanggung jawabnya dengan terus menerus berorientasi pada kebaikan, sebagaimana Allah berfirman:

لَيْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوٓا۟ إِذَا مَا ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّأَحْسَنُوا۟ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya : ‘Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. al-Maa’idah (5): 93)

Dari ayat di atas sangat jelas bahwa taqwa, iman dan beramal shaleh yang merupakan indikasi kecerdasan spiritual. kecerdasan spiritual sangat erat kaitannya dengan cara dirinya mempertahankan prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat, memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah.

Oleh Ust. Asep Juanda, S.Si (Kepala Madrasah MIMHa Tsanawiyah Informatika)

4 thoughts on “PENTINGNYA KECERDASAN SPIRITUAL PADA PESERTA DIDIK

  1. Takjub sama line “Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah”. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang memiliki kecerdasan spiritual. aamiiin.

    Terima kasih ilmunya ust. .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *